Minggu, 04 Juni 2017

Evolusi Toleransi Melalui Pendidikan dan Teknologi (UAS)

Nama    : Moh Ajuk Alif Furqon
Kelas     : Ilmu Komunikasi A
NIM       : 201610040311041

A : Toleransi
B : Teknologi
C : Pendidikan
D : Lelucon Sakdiyah Ma’ruf

Pokok Paragraf:
1. Fenomena toleransi Indonesia
2. Toleransi 3 bidang
3. Perkembangan toleransi di jaman teknologi
4. Kadar toleransi orang berpendidikan dan tidak berpendidikan
5. Lelucon sakdiyah Ma’ruf
6. Lelucon sebagai media menumbuhkan toleransi yang berpendidikan
7.Simpulan : Perubahan perspektif dalam hal toleransi masyarakat barat terhadap Islam

“The highest result of education is tolerance” – Helen Keller
“Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi”. Variasi budaya, suku, agama dan bahasa di Indonesia mengakibatkan adanya tuntutan toleransi yang tinggi di sesama masyarakatnya. Tak periu diragukan lagi jika berbagai macam orang dapat hidup menjadi satu di tanah air, Indonesia. Dapat kita lihat contoh nyata yang ada di Kawangkoan, Sulawesi Utara. Disana terdapat destinasi wisata yang sangat unik dan menggambarkan implementasi toleransi lima agama. 5 rumah ibadah dari 5 agama yang berbeda dapat berjejer dengan rapi dan santun. Semua penganut 5 agama tersebut dapat melakukan ritual peribadatan di Bukit Kasih, Kawangkoan-Sulawesi Utara. (travel.detik.com)

Namun, tak selamanya budaya, agama, suku dan bahasa yang bervariasi mampu menciptakan kehidupan rukun dan sejahtera. Buktinya, saat ini kontroversial agama terlalu dibumbui politik dan menghasilkan ketumpang tindihan yang jelas di depan mata. Sudah biasa dan mainstream jika disini pembahasannya menjadi bahasan politik dicampur dengan agama dan seterusnya atau bahasan yang membahas hak asaasi manusia dan toleransi untuk hidup dan bebas dengan pilihan seksualitas dengan sesama. Benar memang toleransi mengajarkan kita tentang menerima perbedaan pandangan orang lain dan menghormati kehidupan yang mereka pilih. Tapi, kasus-kasus seperti Ahok dan penggerebekan tempat gym esek-esek adalah segelintir bukti bahwa toleransi di bumi pertiwi malah rusak dan tidak karuan.

Toleransi yang rusak berimbas kepada hilangnya prinsip kebhinekaan tunggal ika yang selama ini menjadi faktor pembuktian Indonesia bahwa negara besar dengan keberagaman ini dapat berdiri. Belum lagi dengan hadirnya teknologi merancukan informasi yang berada di masyarakat. Seolah-olah informasi di dunia teknologi melahirkan pemahaman baru tentang toleransi di masyarakat. Paham baru tentang toleransi tersebut perlahan-lahan mengikis toleransi di masyarakat. Masyarakat menjadi aktif untuk berpendapat bahwa yang bersalah itu si A dan si B tapi mereka lupa bahwa apa yang dilakukan justru bukti nyata hilangnya toleransi dan implementasinya. Teknologi membuat semua orang beranggapan bahwa apa yang mereka percaya itu benar dan yang dipercaya orang lain itu salah.

Kehidupan di jaman teknologi saat ini menjadi kehidupan yang sangat multikultural.Teknologi mampu menyebarluaskan kultur secara cepat. Sehingga, tak heran jika pendidikan multicultural harus segera diterapkan. Kadar toleransi orang yang berpendidikan dan tidak berpendidikan jelas berbeda. Salah satu fungsi pendidikan adalah untuk menciptakan cara berpikir yang lebih rasional dan membentuk sikap toleransi. Dengan adanya pendidikan multicultural diharapkan mampu menghasilkan generasi baru yang memiliki pemikiran kritis namun memiliki toleransi tinggi di setiap kultur. Sehingga kadar toleransi generasi berpendidikan multikuktural ini lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya. (Jurnal: Ruslan Ibrahim : 2008)

Lelucon Sakdiyah Ma'ruf di TED Ubud (TED.com) menyebutkan bahwa Ia bukanlah komika yang cerdas untuk melucu. Namun, Ia hanya wanita muslimah dengan berbagai steorotype dari masyarakat barat. Sakdiyah menghipnotis audiens untuk turut merasakan betapa sulitnya menjadi seorang muslimah yang ingin tampil beda di publik. Perjuangan untuk berbicara didepan umum dengan topik yang sensitif menjadi bagian yang tak terlupakan dari kehidupannya. Lelucon yang disampaikan terbentuk dari cara memandang Islam dari sudut yang berbeda. Tak bisa dilupakan bahwa audiensnya juga menjadi penentu dari berhasil tidaknya lelucon yang Ia bawakan. Belum lagi audiensnya pun memiliki pengalaman pahit terhadap pemeluk Islam.

Jika audiens dapat menertawai lelucon Sakdiyah. Itu dapat diindikasikan bahwa lelucon adalah salah satu media yang tepat untuk membentuk dan menumbuhkan toleransi di tengah-tengah perbedaan, terutama perbedaan yang sangat kontorversial yakni agama. Toleransi yang terbentuk bukan hasil dari paksaan satu pihak. Namun, toleransi yang terbentuk merupakan hasil dari kesadaran dua belah pihak yang berbeda. Media yang digunakan juga bukan media kekerasan yang memaksa pihak lain. Media yang digunakan adalah media halus yang mendidik.

Selama ini Islam mengajarkan tentang pentingnya toleransi terhadap non muslim. Sayangnya, pemeluk agama itu sering salah mengimplimentasikannya di kehidupan. Toleransi yang salah itu menyebabkan banyak pandangan buruk terhadap islam. Contoh kasusnya peristiwa 911, pemboman Bali dan Jakarta di Indonesia. Itu semua menyebabkan orang-orang barat berpikir bahwa Islam membawa peperangan dan tidak mengenal kedamaian. Namun, saat ini di jaman serba canggihnya teknologi dan banyaknya orang berpendidikan seharusnya kita dapat membentuk perspektif baru masyarakat barat tentang islam dan kedamaiannya. Terlebih lagi kita sebagai negara pemeluk Islam terbesar di dunia seharusnya merepresentasikan negara kita sebagai negara akur dan saling toleransi. Sayangnya, toleransi dinegara ini perlu dipertanyakan dengan adanya kasus Ahok yang penuh drama dan politik di dalamnya. Hal itu memunculkan polemik dari berbagai sisi dan jika dibiarkan polemik itu yang mengkotak-kotakkan kita dari persatuan. Sudah pupus harapan bapak-bapak pendiri bangsa ini karena toleransi yang diharapkannya malah memburuk. Seharusnya kita juga menengok semboyan negara kita. "Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tapi tetap satu juga".

Kamis, 25 Mei 2017

Berjuang di Rumput Tetangga yang Lebih Hijau - Moh Ajuk Alif Furqon

Kehidupan glamour dan hura-hura para selebriti selalu menjadi pemandangan yang biasa di pertelevisian Indonesia. Tas Hermes dan sepatu branded yang dikenakan Syahrini, Lamborghini yang dikendarai Raffi Ahmad bahkan kemewahan yang dipamerkan Roro Fitria menjadi bahan omongan yang mantap di keseharian masyarakat. Program infotainment seperti insert, silet dan kiss memberi kesempatan selebritis untuk pamer kehidupan. Selebritis yang sudah memiliki jutaan followers di sosial medianya itu tentu memperoleh cipratan keuntungan dari dunia televisi. Dengan mempersilahkan televisi mengumbar kehidupan pribadi mereka, namun menariknya tak hanya para selebriti yang memperoleh keuntungan dari umbar-umbar kehidupan pribadi tersebut. Bos-bos besar pemilik saham di televisi juga memperoleh keuntungan yang besar di perputaran bisnis dalam televisinya. Mempertajam kemungkinan yang akan terjadi di masyarakat menjadi tugas utama bos-bos pemilik modal. Bukan soal drama apa yang harus diciptakan tetapi drama seperti apa yang ditunggu masyarakat.

Pertelevisian Indonesia seolah membius masyarakat untuk terus memantau perkembangan apa saja yang ada di televisi. Memang betul, sebagai masyarakat modern kita dituntut untuk menjadi masyarakat cerdas dan up to date. Tapi, perlu ada pagar antara informasi yang mendidik dan informasi yang merugikan. Bahkan program televisi dipenuhi dengan drama dimana para selebriti menjadi pelakon utama disetiap ceritanya. Suatu kewajaran yang tak bisa dibedakan mana drama dan mana yang nyata. Contohnya, Sudah banyak kasus tentang perselingkuhan yang diumbar oleh selebriti melalui televisi. Entah itu memang nyata atau hanya settingan belaka. Hal semacam itu seharusnya tidak pantas menjadi santapan masyarakat sehari-hari. Terutama jika maksud dan tujuannya hanya mempertebal dompet bos-bos besar dibalik layar. Disayangkan saja jika drama dan kehidupan glamour para selebriti berimbas kepada generasi-generasi emas penerus bangsa. Korban memang belum merasakan efek dari kegiatan "mempertebal dompet bos" namun tak lama lagi efek itu akan bermunculan di layar kaca Indonesia.

Tak diragukan lagi, kehidupan glamour para selebriti yang ada di televisi menciptakan konsep baru di masyarakat tentang kebahagiaan. Kebahagiaan bukan lagi masalah bagaimana mensyukuri yang sudah ada tapi bagaimana memperoleh dan memiliki apa yang belum ada. Tontonan masyarakat tentang selebriti yang glamour dan dipenuhi barang branded menciptakan keinginan masyarakat untuk membeli apa yang selebriti miliki. Memiliki barang branded itupun tak cukup satu atau dua. Harus lebih dari yang biasa. Selain agar dapat berganti-ganti mode setiap harinya. Hal itu berguna juga agar mendapatkan pengakuan dari lingukungan sekitar. Konsep itulah yang akan menemani tumbuhnya generasi-generasi emas penerus bangsa. Generasi dimana sudah dari dini dipaksa untuk melihat rumput tetangga yang lebih hijau. Sehingga, tak bisa terelakkan lagi kegiatan yang konsumtif lebih tinggi dibanding kegiatan yang produktif. Di kemudian hari, jangan heran jika generasi emas sudah tak mengenal apa itu proses dan perjuangan. Mereka hanya akan mengenal hasil cepat dan instan.

Jadi, yang harus kita perjuangkan adalah hak-hak generasi emas untuk mengenal apa itu proses dan perjuangan. Bukan mengenal tentang apa itu hasil cepat dan instan. Memang hak setiap orang untuk mendapatkan yang mereka mau secara instan atau berproses. Tapi kita tidak boleh melupakan esensi dari sebuah kesuksesan, bahwa yang terpenting bukan hasil akhir namun proses yang dapat membawa perubahan. Apa yang kita harus lakukan saat ini adalah membiarkan generasi emas mengenal betapa indahnya perjuangan dengan cara tidak mencekoki program TV yang hanya mengumbar drama dan settingan belaka. Dengan begitu, diharapkan generasi akan tumbuh menjadi dewasa yang baik dan mengenal sebuah proses atau perjuangan.

Moh Ajuk Alif Furqon (201610040311041/ikom A)

Selasa, 02 Mei 2017

Kolaborasi Musik diantara Cinta dan Sejarah (Revisi)

Inter relasi:
A: Musik
B: Cinta
C: Sejarah
D: Ismail Marzuki

Pokok-pokok pikiran paragraf:
1. Perbedaan musik dan kata-kata.
2. Dampak musik terhadap masyarakat.
3. Cinta dan pertahanan.
4. Bentuk pengorbanan cinta.
5. Musik dan perlawanan.
6. Sejarah dan perjuangan. 
7. Makna sejarah.
8. Menghargai musik di masa sekarang.
9. Menurunnya pemahaman sejarah.
10. Menghargai sejarah.
11. Mentalitas generasi muda yang menurun.

Mengekspresikan hati dan pikiran bisa disalurkan melalui musik. Bisa dikatakan bahwa musik adalah jembatan manusia untuk menyampaikan pesan dari seseorang kepada orang lain. Musik bisa menggambarkan kebahagiaan dan kesedihan secara nyata karena musik tak sama seperti kata-kata. Musik memiliki melodi yang indah sehingga dapat mempengaruhi emosional seseorang. (Ian Peddie, 2011)

Melalui musik, seorang Ismail Marzuki dapat mengecam keras bagaimana penjajahan di Indonesia tak seharusnya ada. Ini adalah gambaran emosi Ismail Marzuki kepada penjajah yang dapat berdampak kepada masyarakat Indonesia pada waktu itu. Sentilan emosi yang dihasilkan melalui musik karya Ismail Marzuki mampu menggerakkan hati masyarakat untuk melawan penjajahan di Indonesia. Karya-karya Ismail Marzuki menjadi saksi bahwa perjuangan tak harus bertarung dalam medan perang. Tetapi melalui karya berbentuk apapun bisa digunakan sebagai senjata. Contoh dari lagu yang tercipta adalah Rayuan Pulau Kelapa "Sebuah lagu dengan syair-syair yang penuh berisi cinta-kasih terhadap Tanah Air" (Esha, Alhaziri, Fauzi, Donald W, Sigarlaki, 2002)

Musik yang diciptakan oleh Ismail Marzuki adalah bentuk kecintaan seorang warga negara kepada tanah airnya. Cinta merupakan bentuk emosi dalam hati yang dapat ditandai dengan adanya pengorbanan demi kebahagiaan yang dicintai. Bentuk emosi yang disalurkan melalui musik tercatat dalam sejarah bagaimana musik ikut andil dalam menentukan kemerdekaan.

Cinta Ismail Marzuki tak hanya kepada negerinya yang sedang melawan penjajahan waktu itu. Namun juga cinta kepada Istrinya (Eulis) sebelum mereka menikah dapat digambarkan melalui lagu Panon Hideung (Mata Hitam). Cerita tentang cinta yang awalnya mendapat perlawanan oleh kedua belah pihak keluarga yang tak setuju. Namun, benteng cinta mereka dapat bertahan menghadapi perlawanan tersebut. (Esha, Alhaziri, Fauzi, Donald W, Sigarlaki, 2002)

Benteng yang sama dibangun oleh Ismail Marzuki saat itu kepada penjajah. Hal ini adalah bentuk pengorbanan yang nyata oleh Ismail Marzuki terhadap tanah air yang dicintainya. Memang, cinta itu buta dan tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Maka musik adalah jalan yang ditempuh Ismail Marzuki dalam melawan penjajahan. Ismail Marzuki hadir disaat Jepang tengah menggodok Indonesia sebagai tanah keduanya.

Sejarah merupakan kumpulan waktu yang tersusun rapi dengan momen-momen yang ada. Sejarah menjadi saksi bahwa sesuatu yang besar berawal dari hal-hal kecil yang diperjuangkan di masa lalu. Sejarah kemerdekaan Indonesia tak lepas dari campur tangan Jepang yang menghadiahi Indonesia kemerdekaan dari negara Belanda. Namun, hadiah itu juga menjadi bom atom bagi Indonesia karena Jepang memiliki maksud tersendiri untuk menghadiahi kemerdekaan itu kepada Indonesia. Alih-alih menganggap Indonesia adalah saudara muda di Asia Timur. Jepang malah menjadikan umpan kepada Belanda. Ketika Indonesia melawan keberadaan Jepang. Jepang siap mengembalikan Indonesia kepada Belanda. Namun, perjuangan tak henti-hentinya dilakukan pemuda-pemuda Indonesia. Termasuk lagu-lagu Ismail Marzuki saat itu yang sekarang bisa dikatakan menjadi sejarah perjuangan orang Indonesia. Contohnya, Sepasang Mata Bola yang menceritakan bahwa semua orang harus melihat pemuda pejuang yang kembali ke tanah juang. (Esha, Alhaziri, Fauzi, Donald W, Sigarlaki, 2002, p.53)

Kadang sejarah tak selamanya indah. Sejarah dapat menjadi hal yang menakutkan dan menyedihkan untuk dikenang. Itulah apa yang dimaksud dari sejarah. Sejarah tidak mengajari kita bagaimana cara memperbaiki masa lalu. Namun, sejarah mengajari kita bagaimana mempersiapkan masa depan dengan mempelajari kesalahan di masa lalu dan melakukan yang terbaik di masa sekarang.

Saat ini, jika ditelisik lebih mendalam Indonesia sedang bersiap untuk melakukan kesalahan di masa lalu. Pemuda-pemudi Indonesia saat ini tidak menghargai sejarah yang pernah ada. Pemuda-pemudi Indonesia lebih menghargai hasil karya negara lain dibanding negara sendiri. Musik-musik tradisional atau musik berdarah perjuangan lebih jarang didengar dibanding musik-musik yang lebih pop dan modern. Memang perubahan itu pasti ada, namun sejarah akan cinta seseorang kepada tanah air juga patut untuk dikenang dan dihargai. Lagu-lagu karya Ismail Marzuki seperti Indonesia Sang Pusaka telah tenggelam tergantikan oleh Shape Of You yang dinyanyikan Ed Sheeran. Musik-musik darah perjuangan seperti ciptaan Ismail Marzuki hanya terdengar ketika Agustus datang. Bulan dimana momentum untuk mengenang perjuangan dan bukti pengorbanan cinta para pejuang untuk Indonesia.

Hal ini tak terlepas dengan apa yang menjadi kegemaran generasi muda Indonesia. Saat ini mereka lebih mendalami cerita sinetron televisi dibanding dengan membaca dan memahami sejarah. Akibatnya, mereka lebih memahami konteks cinta dengan lawan jenis yang digambarkan secara visual di televisi dibanding konteks cinta lainnya. Padahal cinta itu luas, cinta kepada Indonesia juga salah satu bentuk yang harus dimiliki generasi muda saat ini.

Jika cinta kepada Indonesia tumbuh sejak anak-anak, maka generasi-generasi muda dapat lebih mengenal sosok Ismail Marzuki daripada Justin Bieber, Ariana Grande, atau artis Korea yang digilai saat ini. Dulu para pejuang berusaha keras untuk memerdekakan Indonesia. Tapi saat ini generasi mudanya seolah lupa untuk menghargai perjuangan mereka.

Tak heran jika mentalitas negeri ini menjadi turun dan perlu dipertanyakan. Hal itu sangat wajar karena dalam hal bermusik saja para pemudanya tidak mau mempelajari warisan budaya yang sudah ada. Terlena dengan adanya keberagaman budaya yang dengan mudah masuk ke Indonesia melalui teknologi. Lantas jika sudah begini, masih maukah generasi muda membunuh Indonesia secara perlahan melalui musik? Karena musik bukan hanya sekedar tentang cinta namun juga tentang bagaimana menghargai sejarah yang sudah ada.

Daftar Pustaka

1. Esha, dkk Teguh. 2002. Ismail Marzuki Musik, Tanah Air dan Cinta. Jakarta: Pustaka LP3ES.
2. Peddie, Ian. 2011. Popular Music and Human Rights volume II : World Music. Burlington: Ashtage Publishing Company.

Moh Ajuk Alif Furqon / Ilmu Komunikasi A / 201610040311041

Rabu, 26 April 2017

Kolaborasi Musik diantara Cinta dan Sejarah

Musik adalah sarana untuk manusia bisa mengekspresikan apapun yang ada dalam hatinya. Mengenal musik bisa dari mana saja bahkan dari orang tua yang mewarisi apa musik kegemarannya kepada sang anak. Keahlian bermusik dapat menjadi nilai tambah bagi seseorang. Keahlian bermusik juga bisa menolong setiap orang yang ingin berjuang di hal lain. Sebut saja memperjuangkan cinta. Memperjuangkan cinta dari lawan jenis, sahabat atau teman bahkan negeri sendiri.

Cinta memang sesuatu hal yang dirasa dan tidak dapat dideskripsikan lewat apapun. Namun melalui musik, cinta dapat dimaknai sebagai suatu hal yang sakral dan dapat mengubah banyak hal di kehidupan. Lewat cinta pulalah musik dapat menjadi bukti bahwa sejarah itu pernah ada dan nyata.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa musik menjadi memori yang baik untuk menyimpan momen-momen penting bagi pelaku sejarah. Dengan adanya musik, kita dapat mengetahui musik itu dirilis kapan karena sejarah mencatatnya. Musik seperti apa yang pernah ngetrend di masanya. Itu semua menjadi bukti bahwa musik, cinta dan sejarah itu saling berkorelasi.

Sayangnya, saat ini banyak masyarakat lupa akan esensi musik Indonesia. Masyarakat terlalu melirik rumput tetangga yang lebih hijau dan musiknya lebih bervariasi sebagai pilihan untuk didengar. Itu menyebabkan musik di negeri ini sudah tidak lagi menjadi hal yang berada di posisi tertinggi di negeri ini. Banyak musik tradisioal sudah tersingkirkan oleh musik-musik internasional yang lebih beragam. Contohnya saja, keberagaman musik jawa tergabtikan dengan adanya keberagaman musik pop dari barat. Sebaliknya, musik jawa lebih diapresiasi di negara orang dibanding negeri ini.

Masyarakat tidak sadar bahwa musik di Indonesia pernah hadir sebagai alat sindiran kepada Belanda dan Jepang yang berkuasa di Indonesia saat belum merdeka. Ismail Marzuki adalah lakon dibalik layar tentang musik dan perjuangan memperoleh kemerdekaan. Sejarah menunjukkan bahwa Ismail Marzuki menjadi pemusik sekaligus pejuang yang tak pernah lelah bermusik demi mencapai kemerdekaan.

Mencintai memang tidak harus memiliki tapi, setidaknya Kecintaan pada Indonesia memaksa seorang Ismail Marzuki memimiki Indonesia sebagai tempat dam sejarahnya. Dunia musik dan tanah air yang ditunjukkan oleh Ismail Marzuki bisa dijadikan contoh atau teladan bagi pemuda-pemudi Indonesia bahwa apapun hal yang kita cintai dapat menjadi penolong kita untuk memajukan negeri ini.

Sumber :

Selasa, 04 April 2017

UTS : Kemampuan Berbahasa Asing di era Globalisasi

             Meningkatnya kemampuan berbahasa asing masyarakat di era globalisasi. Era globasasi membuat kehidupan manusia menjadi lebih kompleks. Manusia dituntut untuk menjadi serba bisa dan bisa diandalkan. Tak heran jika manusia berusaha keras untuk bisa menjadi berbeda satu sama lain, sehingga manusia belajar banyak hal. Contohnya, mereka mengambil kelas tambahan atau program tambahan bahasa asing. Bahasa asing merupakan nilai tambah untuk seseorang yang ingin dapat bertahan di derasnya arus persaingan di era globalisasi.

             Dari hasil observasi yang saya lakukan, menunjukkan bahwa 80% menyatakan bahwa bahasa asing sangat menunjang kehidupan kita sebagai manusia di era globalisasi ini. Hal itu didukung oleh sebagian besar koresponden pernah mengambil program bahasa asing. Bahkan di era globalisasi pembalajaran bukan hanya melalui buku atau kelas formal. Namun juga dari berbagai sumber, seperti internet, youtube, film, musik dan media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa era globalisasi membentuk manusia-manusia yang fasih dalam berbagai bahasa.

             Peningkatan kemampuan bahasa asing di era globalisasi telah didukung dengan adanya internet, sehingga siapapun dapat mengakses dunia pembelajaran berbahasa asing lebih cepat dan fleksibel. Bahkan seseorang dapat terhubung dengan native speaker secara mudah setiap hari. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya orang-orang yang percaya diri berbicara dan mengambil tes kemampuan bahasa asing (seperti TOEFL dan IELTS) dengan bermodalkan keberanian dan tekad tanpa adanya persiapan di kelas formal.

                 Dari buku Human Development (Thomas Crandell 2010:141), Bahasa memiliki dua fungsi dalam kehidupan. Yang pertama Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dari seseorang ke orang lain dan kedua, bahasa adalah fasilitas manusia untuk berpikir dalam kehidupannya. Bahasa menjadi jembatan untuk penyampaian informasi, ide, perilaku dan emosi seseorang kepada orang lain. Tapi di sisi lain bahasa digunakan dalam berpikir, berpikir untuk membantu manusia menerima masa lalu dan mengantisipasi masa depan sehingga terbentuk pola pikir. Karena bahasa dapat membentuk pola pikir dan pola pikir dapat membentuk bahasa.  Maka, era globalisasi dimana semua manusia mempelajari bahasa asing sebanyak-banyaknya dapat membentuk suatu pola pikir baru yang berbeda dari generasi sebelumya.

                  Kehidupan manusia di era globalisasi menyebabkan perubahan dari masa terdahulu. Dulu manusia berusaha keras untuk belajar sesuatu dari cara tradisional. Namun, saat ini kebanyakan manusia mempelajarinya dengan cara cepat, mudah dan efektif dan cara yang lebih modern. Manusia membuat dunia semakin mudah dijangkau. Globalisasi bukanlah tantangan yang harus dilalui tapi jadikan globalisasi sebagai kesempatan untuk memiliki kemampuan lebih. 

DAFTAR PUSTAKA:
Crandell, dkk Thomas. 2010. Human Development. New York: Mc Graw Hill.

Rabu, 29 Maret 2017

Contoh Kalimat Majemuk Setara dan Kalimat Majemuk Bertingkat

Kata: Bahasa

A. Kalimat Majemuk Setara

1. Kalimat majemuk setara penggabungan (dan, lagi, bersama, sesudah itu)
contoh: Bahasa merupakan alat untuk penyampaian pesan dan pengekpresian diri.
2. Kalimat majemuk setara pertentangan (tetapi,sedangkan,melainkan,namun)
contoh: Bahasa digunakan manusia sejak zaman dahulu namun zaman dahulu manusia belum memiliki aturan bahasa resmi.
3. Kalimat majemuk setara pemilihan (atau)
Contoh: Ketika kita berbicara dengan teman kita, kita bisa menggunakan bahasa informal atau bahasa yang lebih santai demi terciptanya keakraban.
4. Kalimat majemuk setara penguatan (bahkan)
Contoh: Bahasa digunakan manusia sejak zaman dahulu bahkan sejak zaman dimana manusia belum memiliki aturan bahasa resmi.

B.kalimat majemuk bertingkat

Kalimat yang menggabungkan 2 kalimat tunggal atau lebih, yang masing-masing kalimat memiliki kedudukan yang berbeda (induk kalimat dan anak kalimat).

1.kalimat majemuk hubungan waktu (sejak, ketika, saat)
contoh: manusia memulai menggunakan bahasa sejak manusia lahir ke dunia.
2.kalimat majemuk bertingkat hubungan penyebab (sebab,karena)
contoh : Alasan manusia memakai bahasa salah satunya karena manusia menginginkan proses komunikasi berjalan lancar.
3.kalimat majemuk bertingkat hubungan akibat (hingga,sehingga,maka)
contoh: Nyatanya orang tua zaman sekarang mengajari anaknya banyak bahasa sehingga seorang anak mampu berbagai macam bahasa (polygot).
4.kalimat majemuk bertingkat hubungan syarat (jika,asalkan,apabila)
contoh: Manusia boleh saja menguasai banyak bahasa jika dia bijak dan mengerti waktu untuk menggunakan bahasa-bahasa tersebut.
5.kalimat majemuk bertingkat hubungan perlawanan (meskipun, walaupun)
contoh: Manusia saat ini membuat bahasa menjadi lebih bervariasi walaupun hal tersebut dapat merubah esensi makna bahasa tersebut.
6.kalimat majemuk bertingkat hubungan pengandaian (seandainya,andaikata)
contoh: seseorang dapat menggunakan banyak bahasa dalam komunikasinya sehari-hari seandainya orang tersebut terbiasa dan terus berlatih untuk menggunakan bahasa-bahasa itu.
7.kalimat majemuk bertingkat hubungan tujuan (agar, supaya, untuk)
contoh:Di era globalisasi saat ini manusia memang dituntut untuk memiliki kemampuan berbahasa yang baik agar mampu bertahan di derasnya arus persaingan.
8.kalimat majemuk bertingkat hubungan perbandingan (ibarat,seperti,bagaikan,laksana)
contoh: Orang-orang yang mampu banyak bahasa ibarat kuah soup yang memiliki sayur yang beragam.
9.kalimat majemuk bertingkat hubungan pembatasan (kecuali, selain)
contoh: Semua bahasa mudah untuk dipelajari kecuali bahasa hati

Moh Ajuk Alif Furqon
(201610040311041)

Kata, Frasa dan Hipotesa

Kata
Bahasa

Frasa
Mahasiswa berbahasa Inggris

Hipotesa
Peningkatan kemampuan mahassiwa dalam berbahasa inggris di dunia globalisasi meningkat.

Data
Bahasa merupakan alat untuk penyampaian pesan dan pengekpresian diri. Di era globalisasi ini kemampuan bahasa inggris mahasiswa meningkat karena ditunjang dengan adanya fasilitas internet. Disamping itu, kesadaran mahasiswa untuk kemampuan bebrabahas juga semakin meningkat. Sedangkan, dilihat dari antusias mahasiswa untuk memperdalam kemampuan berbahasa inggris dapat dilihat dari seringnya penggunaan internet untuk membangun kemampuan berbahasa inggris. Bahkan dari segi kuantitas mahasiswa yang ambil jam tambahan bahasa inggris di beberapa tempat kursus bahasa inggris mengindikasikan bahwa mahasiswa sadar akan pentingnya kemampuan berbahasa inggris. Karena jumlah mahasiswa yang mengambil program semakin waktu semakin meningkat. Sejak globalisasi muncul, manusia dituntut untuk menjadi lebih dalam segala aspek. Sehingga mahasiswa juga sadar bahwa kewajibannya bukan hanya belajar jurusan yang ia ambil tapi juga sadar untuk membangun kemampuannya dalam hal lain. contohnya saja, dalam hal berbahasa. Mahasiswa melakukan eksplor diri di bidang lain agar ia mampu bertahan di derasnya arus persaingan globalisasi. Jika mahasiswa mampu banyak hal maka ia akan mudah mendapatkan kesempatan ibarat undangan, undangan itu akan datang dengan sendirinya tanpa ditunggu dan diantar.

Moh Ajuk Alif Furqon
(201610040311041)